Retorika.co.id, Makassar – Sejumlah warga Kelurahan Antang yang menamakan diri sebagai perwakilan masyarakat setempat menggelar aksi damai di ruas Jalan Antang Raya, Senin (11/11/2024). Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap pembangunan perumahan Wood Land oleh pengembang PT Indo Bangun Mitra Perkasa. Warga menuntut agar proyek tersebut dihentikan sementara hingga seluruh perizinan, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dipenuhi dan keamanan lingkungan terjamin. Aksi tersebut sempat menyebabkan kemacetan panjang, memaksa para pengendara untuk mencari jalan alternatif.
Puncak keresahan warga terjadi setelah robohnya tembok pembatas antara lokasi perumahan dan SDN Pannara pada Senin lalu. Akibat kejadian tersebut, kegiatan belajar mengajar di sekolah harus dihentikan sementara, dan para siswa terpaksa diliburkan sementara waktu. Warga menilai peristiwa ini sebagai bukti kelalaian pihak pengembang dalam memenuhi standar keamanan selama proses konstruksi.

Selain itu perwakilan massa juga menuding lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang dan Bangunan bersama Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar terkait pembangunan perumahan mewah yang lokasinya berada diatas lahan eks PT Gulat tersebut.
Hasrun Haruna, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Antang sekaligus koordinator aksi, mengungkapkan bahwa pihaknya telah beberapa kali berupaya berdialog dengan pengembang terkait pembangunan pagar pembatas.
“Sejak awal sebelum pembangunan, kami sudah meminta mereka membangun pondasi pagar, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Mereka hanya menimbun tanah tanpa ada pembangunan pagar,” jelas Hasrun. Ia menekankan bahwa pagar tersebut sangat diperlukan demi keselamatan warga sekitar, terutama para siswa SDN Pannara.
Menurut Hasrun, robohnya tembok ini merupakan bukti kurangnya perhatian pengembang terhadap keamanan lingkungan.
“Sudah dua minggu anak-anak tidak bisa belajar karena masalah ini. Bagaimana bisa mereka disebut pengembang profesional jika masalah dasar seperti pagar pembatas saja diabaikan?” kata Hasrun dengan nada kecewa. Ia juga menyoroti ketidakjelasan izin AMDAL dan menegaskan bahwa pembangunan seharusnya tidak dilanjutkan sebelum semua izin terpenuhi.







