Retorika.co.id — Banyak kalangan belum memahami bahwa wadah pers Nasional saat ini berjumlah ratusan organisasi. Hal ini terakses seiring terbukanya kebebasan dan kemerdekaan pers yang berubah wajah setelah menteri penerangan RI, H. Yunus Yospia di era pemerintahan Presiden Habibie menyetujui lahirnya perusahan pers dan organisasi pers.
Baik di pusat maupun di daerah
Mendirikan perusahan media memanfaatkan kran kebebasan yang dibuka Presiden Habibie tanpa harus memiliki SIUPP (surat izin usaha penerbitan pers), cukup badan hukum akta pendirian dari notaris di bawah pengelola yayasan, masyarakat sidah bisa memiliki perusahaan penerbitan pers alias media seperti, koran harian, mingguan, tabloid dan majalah.
Di tengah hingar binggarnya pertumbuhan pers nasional dan wadah-wadahnya (organisasi,red), diawal pemerintahan orde Reformasi tahun1998, Serikat Pers Reformasi Nasional.
RETORIKA, didirikan di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) oleh sejumlah wartawan. dalam perjalananya untuk memperoleh legalitas dan pengakuan pemerintah, pengurus mendaftarkan keberadaannya di kementerian dalam negeri RI lewat direktur jendral sosial politik atau direktur pembinaan masyarakat (sekarang kesbang, red), lalu terbit SKT (surat keterangan terdaftar) nomor. 224 tahun1999/Div, menyusul kemudian terbit akta pendirian notaris nomor: 06 tahun 2006 dibuat oleh A. Somba Tonapa, SH.
Berdasarkan legalitas yang ada, pemerintah lewat dewan pers nasional mengundang semua unsur pimpinan lembaga pers seluruh Indonesia termasuk ketua umum. Membahas pergantian Undang-Undang RI Nomor. 40 Tahun1999 tentang Pers di Jakarta. Berselang beberapa bulan kemudian, menyusul lagi undangan dewan pers untuk membahas kode etik wartawan Indonesia (KEWI) di Semarang, Jawa Tengah.
Kemudian tahun 2006, KEWI beserta pasal-pasalnya direvisi dan diubah namanya Menjadi KEJ (kode etik Jurnalis) yang diikuti ketua umum Drs. G. Rusly menjabat sekertaris jenderal hingga tahun 2005.
Dalam bingkai percaturan dan perkembangan dunia Pers Nasional RETORIKA Mempunyai kontribusi fenomenal dan tercatat dalam srjarah tentang perumusan UU 40/1999 hingga sekarang. (jurnalis/Mahyuddin)