Oleh: Masran Amiruddin, SH,. MH (Divisi Advokasi YBH MIM)
Makassar, Retorika.co.id – Daftar nama-nama peserta yang dinyatakan lolos administrasi penerimaan CPNS telah diumumkan oleh BKN. Sekitar 2,5 juta pelamar yang dinyatakan lolos dan berhak untuk ikut tahap selanjutnya yaitu test dengan sistem CAT. Senin (22/10/18).
Seperti diketahui bahwa sejak dibukanya pendaftatan pada tanggal 26 September 2018 dan ditutup pada tanggal 16 Oktober 2018, pemerintah telah melakukan satu tahapan penting dalam rangkaian kegiatan penerimaan CPNS, yaitu pendaftaran. Adapun jumlah pelamar yang terdaftar melalui web resminya sscn.bkn.go.id adalah 3.627.797 pelamar.
Dari jumlah pendaftar tersebut terbagi dalam dua kategori yaitu jalur umum dan jalur khusus. Yang mana salah satu yang masuk kategori jalur khusus adalah eks honorer K2. Dalam format pendaftaran yang disiapkan, para pendaftar diharuskan memilih salah satunya saja.
Walaupun pendaftaran CPNS telah ditutup dan daftar pelamar yang lulus administrasi telah diumumkan, para pejuang honorer eks K2, masih harus terus berjuang untuk mengawal proses perubahan UU ASN No.5 Tahun 2014 yang dilakukan di DPR RI, yang sampai saat ini belum juga disahkan.
Berbeda pula dengan pemerintah, diwaktu yang hampir bersamaan dengan pengumuman lulus administrasi dan mala dari jauh hari sebelum pendaftaran CPNS di buka, pemerintah telah mengagendakan akan menerima Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Hal tersebut karena menurut pemerintah yaitu melalui Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi, Syafruddin bahwa keberadaan PPPK adalah sebagai solusi bagi honorer K2 yang nantinya tidak lolos dalam test CPNS tahun 2018 atau yang telah berumur diatas 35 tahun.
Melalui beberapa media Pemerintah juga menegaskan keinginannya untuk memperhatikan orang-orang yang telah berjasa dan berjuang cukup lama untuk negara dan menanti menjadi ASN.
Bisa jadi hal tersebut juga adalah salah satu jawaban atas polemik keberadaan Eks Honorer K2 yang telah mengabdi namun memiliki umur 35 tahun lebih, karena sesuai UU ASN yang ada saat ini, batas umur maksimal untuk diangkat jadi CPNS adalah 35 tahun.
Adanya kebijakan pemerintah tersebut bukannya tanpa masalah, mala bisa jadi menjadi masalah baru lagi karena pro dan kontra keberadaan kebijakan tersebut masih terus diperdebatkan.
Hal tersebut sudah tentu terjadi karena banyaknya eks Honorer K2 yang telah dinyatakan gugur sebelum mendaftar CPNS tahun 2018, reaksipun dilakukan dengan berunjuk rasa ditingkat nasional maupun di tingkat daerah. Tuntutan mereka tidak lain adalah menunda penerimaan CPNS tahun 2018 sampai disahkannya UU ASN yang baru oleh DPR RI.
Bukan itu saja, malah honorer eks K2, menurut Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih, secara tegas menolak opsi honorer K2 diangkat menjadi PPPK. Skema baru ini diperuntukkan buat eks Honorer K2 yang tidak bisa lagi mendaftar CPNS karena umur (35 keatas) dan tidak lulus dalam seleksi CPNS tahun ini.
Selain itu menanggapi permasalahan yang ada, melalui FHK2I juga berkomitmen untuk terus mengawal setiap proses dan tahapan perubahan UU ASN di DPR RI. Bahkan telah ada rencana bersama Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) akan melakukan aksi lagi pada tanggal 30 Oktober 2018. Aksi tersebut tidak lain adalah sebagai upaya untuk kembali mendorong DPR RI untuk secepatnya menyelesaikan dan mengsahkan Revisi UU ASN.
Aksi tersebut rencananya dilakukan untuk mengawal proses hukum yang akan dilakukan di Mahkamah Agung Republik Indonesia karena melalui forum yang ada, Honorer K2 akan menggugat melalui Lembaga Yudisial (Yudikatif) untuk mencari kepastian hukum akan nasib mereka.
Semangat perjuangan mereka sangat kuat, karena mereka ingin pemerintah taat pada aturan yang ada yaitu UU ASN yang sebenarnya telah mengatur nasib mereka bahwa akan diangkat secara bertahap tanpa test, akan tetapi hal tersebut oleh pemerintah sulit untuk diwujudkan.
Faktanya yang terjadi tidak seperti harapan karena mereka tetap diminta taat pada aturan yang ada yaitu ikut seleksi seperti pendaftar pada umumnya.
Walaupun demikian, semangat para honorer K2 dan Non K2 tetap kuat. Adapun yang menjadi penyemangat bagi Honorer K2 maupun Non K2 adalah dengan segera disahkannya beberapa revisi UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN khususnya dalam Pasal 131 A yang isinya adalah:
1. Tenaga Honorer, pegawai tidak tetap, non PNS dan tenaga kontrak yang bekerja terus-menerus dan diangkat berdasarkan keputusan yang dikeluarkan sampai dengan tanggal 15 Januari 2014, wajib diangkat menjadi PNS secara langsung dengan memperhatikan batasan usia pensium sebagaimana dimakaud dalam Pasal 90;
2. Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada administrasi berupa Verifikasi dan validasi data surat keputusan pengangjatan;
3.Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memprioritaskan mereka yang memiliki masa kerja paling lama dan bekerja pada bidang fungsional, administratif, pelayanan publik antara lain pada bidang pendidiikan, kesehatan, penelitian dan pertanian;
4. Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan masa kerja gaji, ijazah pendidikan terakhir dan tunjangan yang diperoleh sebelumnya;
5.Tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, dan tenaga Kontrak diangkat menjadi PNS oleh Pemerintah pusat;
6. Dalam hal tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, dan tenaga kontrak tidak bersedia diangkat menjadi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus membuat surat pernyataan ketidaksediaan untuk diangkat sebagai PNS.
Dampak dari pemerintah tidak mentaati aturan yaitu UU ASN yang sementara dalam proses revisi, serta membuat aturan yang malah menimbulkan masalah baru, maka eks Honorer K2 dan Honorer non K2 melalui Pakar Hukum Tata Negara Prof. Yusril Ihza Mahenra, akan menggugat pemerintah dalam hal ini Menpan RB ke Mahkamah Agung, karena dianggap telah membuat Permenpan RB No.36/2018. Aturan tersebut dinilai telah membatasi hak honorer untuk ikut test CPNS tahun 2018 khususnya bagi mereka yang telah berumur 35 tahun keatas.
Masalah Revisi UU ASN belum selesai dan belum disahkan, yang dimana gugatan ke MA baru akan diajukan oleh FHK2I dan FPHI, justru pihak pemerintah sudah akan menyiapkan aturan baru yaitu aturan terkait dengan pengangkatan honorer K2 maupun Non K2 menjadi PPPK.
Entahlah apa yang akan terjadi dimasa akan datang dengan kondisi yang ada saat ini, apakah benar PPPK adalah solusi bagi Honorer atau malah membuat para honorer semakin emosi.
Seharusnya pemerintah sebagai pembuat aturan, menyelesaikam dulu revisi UU ASN yang sedang dibahas di DPR RI, baru melakukan seleksi atau penerimaan CPNS atau membuat kebijakan lainnya tentang keberadaan honorer K2 maupun Non K2.
Hal tersebut adalah agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan atau aturan seperti yang ada saat ini, Revisi UU ASN belum selesai tapi sudah ada penerimaan CPNS dan sudah ada aturan lain yang sudah dibuat seperti Permenpan RB yang akan di lakukan yudicial review ke Mahkamah Agung. Begitupun dengan kebijakan-kebijakan baru yang nantinya mengatur tentang PPPK.
Upaya demikian minimal bisa meredah emosi para honorer K2 karena dengan adanya kepastian hukum dari hasil Revisi UU ASN, maka setiap solusi pun bisa didiskusikan bersama tapi sebelum disahkannya Revisi UU ASN pasti emosi para honorer K2 sulit menerima solusi apapun yang diberikan oleh pemerintah.
Dampaknya, honorer K2 dengan emosi yang mereka rasakan akan mengambil solusi lain yaitu dengan menggugat Pemerintah untuk memperoleh ganti rugi atas kerugian yang dialami, baik kerugian materil maupun kerugian immateril secara perdata, dengan dasar pemerintah telah melakukan perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 BW/KUHPerdata yang isinya menjelaskan bahwa
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menimbulkan kerugian itu, menganti kerugian tersebut.”