Makassar, Retorika.co.id – Merujuk pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.PER.O5/MEN/1996 Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3), keempat kontraktor proyek lanjutan RSUD Labuang Baji diingatkan wajib melaksanakan SMK3, Rabu (23/10/18).
Namun fakta di lapangan, keempat kontraktor tersebut yakni, PT. Te’ne Jaya dengan anggaran Rp 23 Milyar, PT. Harfiah Graha Perkasa dengan anggaran Rp 23 Milyar, PT. Zafa Karya Mandiri dengan anggaran Rp 14 Milyar, dan PT. Alqibar Reski Mandiri dengan anggaran senilai Rp 3 Milyar, justru terkesan mengabaikan SMK3 yang bisa mengancam nyawa buruh karena para pekerja tampak secara kasat mata tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dalam melaksanakan pekerjaan di lingkungan RSUD Labuang Baji.
Sementara itu, Muliadi selaku Koordinator Divisi KESMAS Yayasan Bantuan Hukum (YBH) MIM menyoroti ketidakpatuhan penerapan SMK3 di lokasi proyek konstruksi tersebut, tanpa adanya kesadaran akan tingginya potensi kecelakaan kerja.
“Pelaksanaan SMK3 adalah kewajiban bagi Perusahaan yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan sesuai Pasal 87 UU RI No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi : Setiap perusahaan wajib melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan sistem Managemen Perusahaan. Dimana ketentuan itu juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 52 Tahun 2012 jo. Permen Tenaga Kerja No. 26 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penerapan SMK3 dan masih banyak lagi peraturan pendukung yang mewajibkan terselenggaranya SMK3 seperti SKB Tiga (3) Menteri,” papar Muliadi.
Penerapan SMK3 ini, lanjut Muliadi, dalam rangka mengantisipasi kecelekaan kerja dan menghindari suatu penyakit akibat kerja oleh karena itu setiap jenis pekerjaan harus mempunyai Job Safety Analisis (JSA) seperti bekerja di atas ketinggian 2 meter harus menggunakan full body harness dan memiliki sertifikat working at height (bekerja diatas ketinggian), merancang dan memasang scaffolding harus orang yang memiliki sertifikat scaffolder. Sedangkan yang memastikan bahwa scaffolding layak atau tidak digunakan adalah inspektor scaffolder agar yang bekerja ada jaminan keselamatan.
“Bagi perusahaan yang tidak mengindahkan SMK3 dapat dikenakan sanksi pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 15 UU No.1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Hal ini berarti pekerjaan harus dihentikan dulu karena tidak ada jaminan keselamatan karena membiarkan pekerja melakukan pekerjaan sementara kegiatan tersebut menimbulkan potensi kecelakaan kerja,” tegas Muliadi menjelaskan.
“Disamping itu setiap pekerja juga harus didaftarkan sebagai peserta BPJS JKK sebagai jaminan bagi keselamatan bagi pekerja jika terjadi kecelakaan kerja dan itu merupakan bagian dari kewajiban perusahaan,” tutupnya.
Hingga berita ini ditayangkan, Rahmat Jaya selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK ) RS Labuang Baji, hanya mengatakan pihak Rumah Sakit sudah melayangkan Surat Teguran Mengenai Keselamatan Pekerja ( K3 ) tapi sampai sekarang pihak kontraktor brlum melaksanakan dan mengindahkan surat teguran tersebut.
Masyarakat juga tentu bertanya-tanya, lantas apa tugas Tim TP4D Kejati Prov Sulsel dalam melakukan pengawasan di lapangan? Mengingat kondisi tersebut sangat riskan mengancam keselamatan buruh / pekerja.
(Adn)